TAJUK MEDIA MEGAPOLITAN -
Kemerdekaan pers adalah salah satu pilar terwujudnya kehidupan demokrasi
dan merupakan wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip- prinsip
demokrasi, keadilan dan supremasi hukum, maka jelas bahwa pers nasional
sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk
opini harus dapat melaksanakan azas, fungsi, hak, kewajiban, dan
peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang
profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum,
serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun. Amanat ini
semua sudah tertuang didalam Undang-undan Pers No 40 Tahun 1999.
Tetapi
pada tataran implementasi UU Pers, penulis sangat prihatin dan geram
karena masih banyak menemukan permasalahan di lapangan, seperti
peristiwa intimidasi, persekusi, dan kriminalisasi wartawan. Ini
menandakan bahwa masyarakat dan penegak hukum masih belum memahami
secara utuh tentang substansi dan filosofi UU Pers.
Secara khusus
penulis menyoroti kasus yang menimpa Sdr. Ato Hendrato Pemred
JejakInvestigasi.id dan bertepatan selaku Ketua DPC AWI (Aliansi
Wartawan Indonesia) Kabupaten Majalengka dipidanakan atas aduan
masyarakat yang dirugikan dengan pemberitaan Pernikahan Terlarang, maka
pihak yang dirugikan mengajukan dengan aduan pasal-pasal karet yaitu
Pasal 27 dan 28 tentang penghinaan dan atau pencemaran nama baik dan
dianggap menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan. Kenapa penulis
memakai istilah pasal karet, karena pasal-pasal ini tidak mempunyai
tolak ukur yang jelas dan dapat mengancam kebebasan berekspresi,
khususnya masyarakat sipil dan pers.
Pihak Penegak hukum wajib
memberitahukan kepada pihak yang dirugikan tentang substansi pemberitaan
media menurut UU Pers, dimana dalam pasal 1. no 11 yaitu hak jawab bagi
seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya
dan pihak media pers wajib melayani hak jawab sesuai pasal 5 UU Pers.
Maka media berkewajiban memuat berita berikutnya sesuai harapan
perbaikan dan pelurusan berita tersebut dari pihak yang dirugikan.
Artinya,
karya jurnalis yang dianggap merugikan seperti penghinaan, pencemaran
nama baik dan lain-lain, menurut UU Pers tidak bisa dipidanakan karena
didalam UU ini sudah ada mekanisme hak jawab, hak tolak, hak koreksi.
Apalagi tertuang dalam pasal 8 bahwa dalam melaksakan profesinya
wartawan mendapat PERLINDUNGAN HUKUM.
Penulis mengingatkan bahwa
selain UU Pers, telah terbit Surat Keputusan Bersama yang ditanda-
tangani oleh Menteri Kominfo, Jaksa Agung RI, dan Kapolri, Nomor 229
tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021 Tentang Pedoman
Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam UU No 11 Th 2008 Tentang
Informasi Sebagaimana Telah Diubah Deng UU No. 19 Th 2016 Tentang
Perubahan Atas UU No 11 th 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, tertulis pada pasal 27 ayat 3 poin i. bahwa:
Untuk
pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers, yang merupakan
kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 40
Tahun 1999 tentang pers sebagai lex specialis, BUKAN oleh Pasal 27 ayat 3
UU ITE.
Maksud diatas adalah kekhususan tentang pecemaran nama
baik dan yang lainnya yang ditujukan kepada karya jurnalis (pemberitaan)
maka penyalesaiannya dikembalikan kepada UU Pers, dimana pihak yang
dirugikan punya hak jawab untuk pelurusan dan perbaikan terhadap berita
yang dimuat.
Yang dimaksud institusi pers Dalam Pasal 1 ayat (1)
UU Nomor 40 Tahun 1999, bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar,
serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia,
yaitu media pers atau perusahaan pers baik cetak maupun elektronik.
Adapun
legalitas Media Pers atau Perusahaan Pers menurut UU Pers pasal 9 ayat
2. bahwa setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia,
artinya memiliki legalitas dari Kementerian Hukum dan HAM, apakah sudah
terdata atau belum terdata oleh Dewan Pers, yang terpenting adalah
sudah memiliki legal formal berbadan hukum dari Kementrian Hukum dan HAM
karena menurut UU Pers tidak ada klausul tertulis bahwa perusahaan pers
harus terdaftar atau harus mendaftar kepada Dewan Pers, yang ada adalah
sebaliknya, menurut UU Pers pasal 15 ayat 2 poin f, dimana Dewan Pers
untuk melaksanakan tugas fungsinya yaitu mendata perusahaan-perusahaan
Pers yang ada di Indonesia.
Kesimpulan:
1. Bahwa Karya
Jurnalis (tulisan wartawan di media) TIDAK BISA DIPIDANAKAN, apabila
dianggap pemberitaan itu merugikan seseorang atau kelompok maka
dipersilahkan untuk melakukan perbaikan dan pelurusan pemberitaan sesuai
hak jawab dan perusahaan pers wajib memberitakannya pada pemberitaan
selanjutnya, ini sesuai amanat UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan SKB Menteri
Kominfo, Jaksa Agung dan Kapolri Nomor KB/2/VI/2021.
2. Apabila
terdapat dari pihak penegak hukum baik itu oknum kepolisian atau oknum
kejaksaaan masih menerima aduan pasal-pasal karet (pasal 27 dan 28 UU
ITE), maka sebaiknya SEGERA UNTUK DILAPORKAN kepada instansi yang lebih
tinggi, yaitu ke Jaksa Agung RI atau Mabes Polri, karena mereka tidak
mengindahkan surat keputusan bersama yang ditanda-tangani oleh pimpinan
mereka yaitu Kapolri dan Jaksa Agung RI.
Jawa Barat, Senin, (09/10/2023),
Penulis:
Aceng Syamsul Hadie, S.Sos., MM.
Pemerhati Medsos dan Ketua DPD AWI Provinsi Jawa Barat.