JAKARTA, MM - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI
Jakarta tidak seharusnya mengesampingkan masalah ganti-rugi atas tanah,
yang saat ini berdiri bangunan Stasiun dan Depo LRT (Light Rail Transit)
Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Di tengah
harapan besar Presiden Jokowi atas kehadiran LRT agar bisa mendorong
masyarakat menggunakan transportasi massal, ternyata Pemprov DKI Jakarta
yang sudah mengoperasikan LRT Jakarta sejak prasarana perhubungan itu
dibangun pada 22 Juni 2016, masih menyisakan persoalan ganti-rugi tanah
yang belum tuntas.
“Sebagai pihak yang diminta mengurus masalah
(ganti-rugi) ini, memohon Bapak Heru Budi Hartono selaku Pj Gubernur
Provinsi DKI Jakarta tidak mengabaikan masalah tanah sertifikat hak
milik No 100 Pegangsaan II,” ungkap Toni L, SH kepada Jaya Pos, Jumat
(11/8/2023).
Dalam sertifikat tersebut, dari luas lahan 12.220
meter persegi, telah diokupasi untuk pembangunan Stasiun LRT Pegangsaan
Dua, 7.755 meter persegi. “Sertifikat tersebut masih ada di kami, namun
secara fisik di atas tanah tersebut sudah ada bangunan stasiun dan depo.
Hasil peninjauan kami di lapangan, jelas dari yang tercantum dalam
surat ukur, sebagian lahan masuk dalam proyek pembangunan Stasiun LRT
Pegangsaan Dua,” tambahnya.
Sertifikat
tersebut diserahkan seorang debitur Bank Agung Asia sebelum berubah nama
menjadi Bank Summa, sebagai tambahan untuk pelunasan. Karena nilai
jaminan atas kredit yang ditarik belum cukup, pihak bank menerima
Sertifikat No: 100 tersebut sehingga utang yang bersangkutan dinyatakan
lunas.
Warga Diminta Dibayar Tanahnya
Seiring
perjalanan waktu, ternyata di atas tanah hak milik tersebut, kini
terbangun Stasiun dan Depo LRT Pegangsaan Dua. Padahal Gubernur DKI
Jakarta Sutiyoso kala itu, telah memberi kuasa kepada Drs Ma’mun Amin,
Plh Kepala Biro Perlengkapan Provinsi DKI Jakarta, untuk melakukan
pembayaran atas tanah serifikat hak milik atas nama Nasan bin Ridi Cs
yang terletak di lokasi Sub Dinas Peralatan dan Perbekalan (Alkal) DPU
Provinsi DKI Jakarta di Jl Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading,
Jakarta Utara. Di antara sertifikat yang disebut, termasuk tanah
Sertifikat No: 100.
Selain pembayaran, penerima kuasa juga
diperintahkan menandatangani akta pelepasan hak di hadapan notaris dan
lain-lain yang diperlukan, berkaitan dengan pembayaran ganti-rugi atas
tanah tersebut.
Namun Surat Kuasa No. 3785/085 yang
ditandatangani langsung Gubernur Sutiyoso tanggal 20 Desember 2001, oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berikutnya tidak ditindaklanjuti.
“Kesan saya, Pemprov DKI Jakarta semena-mena menyerobot tanah yang sah
dimiliki rakyat,” tegas Toni.
Terkait momentum ketika Presiden
Jokowi mendorong masyarakat beralih ke transportasi publik di antaranya
LRT, tenyata Stasiun LRT Pegangsaan Dua sesungguhnya didirikan di atas
tanah rakyat yang belum diganti-rugi.
Menanggapi hal ini,
Direktur Eksekutif Government Against Corruption and Discrimination
(GACD), Andar Situmorang SH MH terkejut ketika dikatakan bahwa
Sertifikat No. 100 belum dibayarkan oleh Pemda DKI Jakarta. Andar
menyoroti Pemprov DKI Jakarta untuk segera menyelesaikan pembayaran yang
hingga saat ini belum diterima oleh pemilik hak lahan untuk pembangunan
Stasiun dan Depo LRT Pegangsaan Dua.
Perlu diketahui, pembangun
LRT sepanjang 5,8 km ini menelan anggaran 2,5 triliun rupiah. Dana itu
sudah termasuk pembebasan lahan Stasiun dan Depo LRT Pegangsaan Dua
seluas 12 ha. LRT Jakarta ini akan melayani lima stasiun, yakni
Boulevard Utara, Boulevard Selatan, Stasiun Pulomas, Stasiun Equestrian,
dan Stasiun Velodrome.
“Presiden Jokowi sangat mengapresiasi
pembangunan LRT Jakarta agar terintegrasi dengan transportasi lainnya
untuk memudahkan mobilitas masyarakat. Dan akan terkejut jika mendengar
masih ada menyisahkan kepahitan terhadap pemilik hak SHM yang belum
dibayarakan. Dimasa pemerintahan Jokowi, tidak ada ganti rugi pada
pembebasan lahan, tapi ganti untung,” ujar Andar, Jumat (11/8/2023).
Pihak
pemegang Sertifikat Tanah No. 100 berharap, persoalan ganti-rugi tanah
ini kembali diperiksa dan yang penting bisa diselesaikan. “Kami pihak
pengurus atas tanah ini, siap menunggu respon Pemprov DKI Jakarta.
Apalagi Bapak Heru Budi Hartono sebagai Pj Gubernur DKI, pernah menjabat
di wilayah Pemkot Jakarta Utara. Tentu mengetahui persis masalah tanah
Pegangsaan Dua ini,” ujar Toni L mengakhiri keterangannya.
(Budiman) MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar